Saturday 17 October 2015

Paper Towns

Score: 7.0/10
"Margo always loved mysteries. And in everything that came afterward, I could never stop thinking that maybe she loved mysteries so much that she became one" - Quentin Jacobsen

Sukses memerankan karakter remaja buta di film adaptasi karya John Green sebelumnya, kini Nat Wolff memegang lead role dalam adaptasi karya John Green lainnya, Paper Towns. Disutradarai Jake Schreier (Robot & Frank), film ini akan menjadi kali kedua bagi Nat Wolff hadir mengisi peran penting dalam novel remaja karya John Green ini. Tak lupa pula artis yang sedang naik daun, Cara Delevingne akan menjadi love interest dari karakter yang di perankan Nat Wolff itu sendiri. Setelah The Fault in Our Stars sukses dipasaran, Paper Towns langsung kembali digarap Fox untuk memenuhi deretan film-film bertemakan anak remaja-nya.

Quentin Jacobsen (Wolff) atau yang akrab disapa Q ini telah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Margo (Delevingne) sejak kecil. Namun sayang, setelah sempat menjadi teman pertama Margo, Q enggan mengikuti jejak Margo yang terkenal sebagai cewek yang menyukai misteri dan petualangan. Sedangkan Q menjadi remaja yang tumbuh sebagai anak baik-baik dan rajin mengikuti perintah demi meraih cita-citanya menjadi seorang dokter. Minggu terakhir sebelum mereka lulus, Margo mendapati pacarnya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, yang mana itu membuat Margo harus berpetualang bersama Q untuk membalaskan dendam pada teman-temannya. Q merasa hubungan-nya dengan Margo kembali dekat setelah melewati petualangan malam itu. Namun yang terjadi pada pagi harinya adalah Margo tiba-tiba menghilang. Berbekal beberapa petunjuk yang ditinggalkan Margo, Q berusaha memecahkan misteri yang ia tinggalkan. Ditemani sahabat-sahabatnya, Ben (Abrams) dan Radar (Smith), Q memulai petualangannya sendiri untuk menemukan 'keajaiban'nya sendiri sebelum acara Prom sekolah dimulai, dan juga tentu saja, Paper Towns yang selalu disinggung Margo pada pertemuan terakhirnya.



Jika dibandingkan dengan The Fault in Our Stars (TFIOS) yang penuh haru dengan kehidupan remaja berpenyakit mematikan, Paper Towns justru menghadirkan kehidupan remaja amerika pada umumnya. Yang berbeda dari film remaja amerika pada umumnya adalah dalam film ini, karakter utama berperan sebagai remaja baik-baik yang justru melakukan hal-hal yang mungkin akan dia sesali setelah lulus jika ia tak melakukannya. Seperti road trip terakhir bersama sahabat-sahabatnya dalam menemukan Paper Towns. Tentu saja banyak canda tawa dan intrik romansa yang disajikan, dan tak lupa juga, naskah dan dialog remaja yang bagus. Namun ternyata, twist pada akhir cerita benar-benar tak mudah ditebak (terutama untuk penonton yang belum membaca novelnya), alasan seorang Margo pergi dari rumah, Q yang menganggap bahwa Margo adalah keajaiban dalam hidupnya, justru harus berakhir dengan mengecewakan. Dibalik itu semua, justru secara pribadi, keajaiban yang sesungguhnya berada pada petualangan bersama sahabat-sahabatnya akan menjadi ending yang sedikit menyentuh.

At last, meski tidak sebaik dan seharu TFIOS, Paper Towns mungkin akan terasa seperti film-film bertemakan remaja pada umumnya sehingga akan sulit melihatnya spesial diantara film-film lain. Entah karena gaya filmnya yang terasa biasa saja, atau jalan ceritanya yang terbilang sangat sederhana. Namun, film ini tetap saja tak bisa dibilang film yang jelek, pesan moral di akhir film tentu saja akan membawamu ke Paper Towns, dan ketika kau pergi, kau tidak akan kembali.


No comments:

Post a Comment