Wednesday 18 May 2016

X-Men: Apocalypse

Score: 7.8/10
"Whatever you think you saw in me, I buried it with my family." - Erik Lehnsherr / Magneto

20th Century Fox kembali merilis sebuah film Marvel untuk kedua kalinya tahun ini. Film ke 9 dari franchise besar X-Men sekaligus lengkap menjadi sebuah trilogi dari X-Men: First Class yang menjadi awal baru bagi franchise X-Men. Bryan Singer kembali memegang kendali sutradara setelah sukses besar melakukan reboot secara halus dengan menggabungkan franchise X-Men: First Class dengan X-Men sebelumnya lewat X-Men: Days of Future Past tahun 2014 lalu. Hal ini juga menjadi ke-empat kalinya sutradara asal New York ini memegang kendali penuh dengan visualisasi X-Men Universe. Memilih supervillain yang se-level dengan Thanos (musuh utama terkuat Marvel dari kubu MCU) rupanya tidak membuat goyah sang pemilik nama tengah 'Jay' untuk membalut film ini dengan action yang lebih megah dari film-film sebelumnya. Tak lupa pula aktor langganan nominasi Oscars sekelas Jennifer Lawrence dan Michael Fassbender turut kembali meramaikan jajaran mutan ini. Dengan terpilihnya aktor yang baru angkat nama lewat franchise besar Star Wars akhir tahun lalu, film ini menjadikan nama Oscar Isaac semakin meroket karena perannya sebagai musuh utama, Apocalypse. Jika sebelumnya Peter Dinklage telah tampil, studio juga kembali menggaet aktor dari serial Game of Thrones seperti Sophie Turner untuk memerankan karakter penting dalam saga X-Men yang lalu, yakni Jean Grey. Tak hanya itu, jejeran nama untuk pemeran karakter sentral X-Men yang baru pun juga turut memeriahkan antusiasme penonton.

10 tahun pasca insiden dalam X-Men Days of Future Past, Erik Lensherr (Fassbender) telah memulai hidup baru bersama istri dan anaknya, Charles Xavier (McAvoy) membuka kembali sekolah mutan dengan Hank (Hoult), dan Raven (Lawrence) menjadi tentara bayaran yang membebaskan budak-budak mutan. Sayangnya kehidupan normal mereka harus kembali terusik dengan bangkitnya En Sabah Nur (Isaac), mutan pertama yang telah hidup ribuan tahun lalu. Moira (Byrne), agen CIA yang telah lama meneliti kasus ini menyebut mutan tersebut dengan nama Apocalypse. Makhluk biru dengan kekuatan maha dahsyat itu kemudian mengumpulkan empat mutan untuk menjadi pengikut utamanya, yakni Ororo Monroe (Shipp), Psylocke (Munn), Archangle (Hardy) dan Erik Lehnsherr, dimana penyandang nama Magneto ini memang baru saja kembali marah kepada manusia karena usaha-nya sia-sia dalam memulai kembali hidup yang damai. Mengetahui apa yang bisa dilakukan Professor X dengan fasilitas Cerebro-nya, pemimpin Four Horsemen ini menargetkan pendiri Xavier's School dalam upaya mengendalikan pikiran seluruh manusia. Beberapa mutan muda seperti Scott Summers (Sheridan), Jean Grey (Turner), Kurt Wagner (Smit-McPhee) dan Peter Maximoff (Peters) ikut terseret dalam pertempuran luar biasa antara mutan melawan monster yang mengaku dirinya 'tuhan'.

Thursday 12 May 2016

The Angry Birds Movie

Score: 7.0/10
"Sometimes, when I get upset, I have been known to blow up" - Bomb

Game android yang pertama kali tenar karena ide 'melempar burung' yang tak bisa terbang ini rupanya berhasil memancing studio sekelas Sony Pictures untuk mengadaptasinya menjadi sebuah film layar lebar. Tetap didukung oleh pihak developer, Rovio Entertainment, The Angry Birds Movie dinahkodai oleh duo sutradara debutan Clay Kaytis dan Fergal Reilly yang sebelumnya memang sudah banyak berkecimpung dalam dunia produksi film animasi. Jika tahun lalu Sony mengangkat game-game arcade tahun 80-90an ke layar lebar dengan aktor Peter Dinklage dan Josh Gad, dua pemain tersebut akan kembali bekerjasama untuk mengisi suara karakter burung ketapel ini. Tak lupa pula artis kenamaan Sean Penn, Bill Hader dan Maya Rudolph turut menyulih suarakan watak penting dalam film ini.

Red (Sudeikis) adalah burung yang temperamental. Tak memiliki orang tua dan selalu sendiri sejak kecil membuat burung yang selalu dikucilkan karena alis tebalnya ini menjadi mudah marah. Akibat dari sifatnya yang pemarah tersebut, ia kemudian dimasukkan kedalam kelas pelatihan menahan amarah. Disanalah ia bertemu dengan Chuck (Gad) dan Bomb (McBride). Segerombolan Babi kemudian datang ke pulau burung yang hidupnya tentram ini dengan dalih ingin membangun persahabatan antara babi dengan burung. Red mempercayai bahwa ada niat buruk yang disembunyikan Leonard (Hader), pemimpin para babi tersebut yang selalu mengajak penduduk setempat untuk berpesta pora. Karena tidak dipercayai oleh Hakim kepala desa lagi, Red memutuskan untuk meminta pertolongan pada Mighty Eagle (Dinklage), satu-satunya burung legendaris yang bisa terbang, tersembunyi diatas gunung utama pulau tersebut. Dengan bantuan si kuning cepat dan burung peledak, mereka akhirnya berhasil menemukan penerbang yang menjadi panutan masyarakat ini. Namun Red masih terlalu lambat untuk menyelamatkan telur-telur yang telah dirampas para babi liar ini. Kini ia harus memimpin grup penyelamatan telur-telur yang dicuri sebelum para hewan berlemak tersebut memakan habis calon anak-anak burung yang tak bisa terbang itu.

Friday 6 May 2016

Ngenest

Score: 6.5/10
"Gak semua yang kita harepin akan terwujud, dan gak semua yang kita takutin akan terjadi." - Patrick

Sebuah film debut penyutradaraan seorang komedian yang naskahnya juga hasil adaptasi dari novel trilogi berjudul sama, karya sang sutradara sendiri, Ernest Prakasa. Juara tiga Stand Up Comedy Indonesia season 1 ini rupanya tak mau kalah dengan komika lainnya yang telah sukses menggarap filmnya masing-masing. Sebut saja Raditya Dika yang mengawali debut penyutradaraanya lewat Marmut Merah Jambu dan bahkan Kemal Palevi dengan Tak Kemal Maka Tak Sayang. Aktor yang menjadi salah satu pemain utama dalam Comic 8 ini rupanya mengangkat tema tentang kegalauan yang sering terjadi pada orang dengan ras cina sepertinya, yakni perasaan selalu menjadi kaum minoritas.

Ernest (Prakasa) adalah anak dari keluarga cina yang selalu dibully sejak kecil. Ia bertemu dengan Patrick (Morgan Oey) sejak SD yang selalu menyelamatkan Ernest di saat-saat genting hingga saat ini. Setelah melalui beberapa cobaan dalam hidup, Ernest memutuskan ingin menikahi seorang pribumi agar sang anak nantinya tidak merasakan penderitaan apa yang ayahnya rasakan dulu. Maka bertemulah ia dengan Meira (Lala Karmela) dalam sebuah kursus bahasa Mandarin. Sayangnya, sang ayah Meira (Budi Dalton) pernah ditipu hingga bangkrut oleh orang cina. Namun hal itu rupanya tidak mengenyahkan cinta antara Ernest dengan Meira hingga akhirnya mereka menikah. Masalah baru kemudian dimulai saat Meira menginginkan anak. Begitu pula dengan mama Ernest (Lydia) yang selalu menanyai mereka kapan bisa diberi cucu. Namun yang terjadi adalah dimana Ernest belum siap punya anak, kegelisahan tersebut rupanya ada kaitannya dengan apakah rupa sang anak nanti akan mirip sang ayah, atau ibu? Jika anak tersebut memiliki rupa dengan ayahnya, perjuangan Ernest untuk menikah dengan pribumi agar sang anak tidak memiliki rupa cina nampaknya tidak akan berhasil.