Tuesday, 16 December 2014

Supernova : Ksatria, Putri & Bintang Jatuh

Sudah tidak asing lagi mendengar film yang di adaptasi dari sebuah novel best seller. Kini di Indonesia pun sudah banyak studio yang mengangkat berbagai macam novel ke layar lebar, dan bukan pertama kalinya hasil karya Dewi Lestari kembali di angkat setelah 2 tahun lalu sukses dengan Perahu Kertas nya. Soraya Intercine Films tahun ini mengangkat Supernova untuk di buat dalam versi live actionnya. Memasang cast yang tidak jauh berbeda dengan film adaptasi novel serupa yang sukses 2 tahun lalu, 5 CM. Rizal Mantovani kembali ambil alih dalam proyek besar yang bertema romansa dan science fiction ini. Tak lupa pula grup band Nidji yang sudah langganan menangani soundtrack film berkualitas turun menyumbangkan tembangnya disini.

Reuben (Putra) bertemu dengan Dimas (Daud) di Amerika, mereka saling berikrar akan membuat sebuah masterpiece cerita tentang Science dan Romansa dalam 10 tahun kedepan yang mereka namakan 'Ksatria, Putri & Bintang Jatuh'. Di lain tempat, cerita yang Reuben dan Dimas buat terepresentasikan oleh kehidupan cinta Ferre (Ali). Ferre adalah seorang pengusaha sukses, sejak pertemuannya dengan Rana (Shah), Ferre mengira bahwa Rana lah tuan Putri yang di cari oleh seorang ksatria seperti Ferre. Tak dapat di pungkiri juga kalau Rana sudah menikah dengan orang yang tidak ia cintai, Arwin (Nuril). Meski Rana telah selingkuh dengan Ferre, namun rasa cinta Arwin pada Rana sungguhlah besar. Sementara itu, sang bintang jatuh, Diva (Verhouven) diam-diam mengamati kisah cinta antara Ferre dan Rana. Kembali ke tempat Reuben dan Dimas, server Supernova yang mereka buat
dalam fiksi pun terealisasi dan mengajak mereka berdua untuk bergabung menjadi admin Supernova, sebuah cyber avatar yang menjawab semua pertayaan melalui internet. Bagaimana kelanjutan cerita yang Reuben dan Dimas buat, siapakah yang akan di pilih Rana, Ferre ataukah Arwin, siapa sosok Diva sebenarnya?
Perlu di ketahui, menurut pengakuan Dewi Lestari, dia tidak pernah membayangkan kalau Supernova akan di jadikan film layar lebar. Penuturan bahasa yang digunakan dalam film cenderung baku namun memiliki nilai sastra yang tinggi. Sedangkan unsur science fiction tidak terlalu dominan karena penuturan sastra yang tinggi membuat unsur sains di dalamnya agak sulit dimengerti, sehingga membutuhkan konsentrasi yang cukup besar agar dapat memahami isi dari film. Penuturan setiap message yang di kirim atau di terima dari Supernova terlalu sulit di cerna, meski timingnya sudah pas untuk pembacaan, namun butuh waktu untuk mencerna kalimat tersebut agar dapat dipahami, sedangkan waktu yang di butuhkan hanya cukup untuk membaca kalimat tersebut saja.
Selanjutnya, efek animasi pada penuturan legenda Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh sangat memukau. Pergerakannya halus dan di ceritakan dengan gaya penceritaan yang kreatif sehingga penonton akan membandingkan film ini dengan legenda yang di ceritakan tersebut. Visual efek yang terdapat dalam film di tampilkan rapih, meski beberapa adegan memang cocok bila terlihat visual efeknya tidak menyatu dengan adegan. Selain itu yang mengganjal disini mungkin hanya efek kupu-kupu putihnya saja yang kurang cocok menyatu dalam gambar.
Seperti biasa, sinematografi menjadi nilai plus tersendiri dalam film-film produksi Soraya. Pemandangan jalan raya atas laut yang eksotis, hunian Ferre yang memiliki arsitektur mahal, serta tempat lainnya disesuaikan dengan kebutuhan komposisi pengambilan gambar yang dinamis. Soundtrack yang di berikan grup band Nidji memang kurang memorial di film ini, namun dapat memberikan efek dramatis pada kisah cinta Ferre dan Rana. Untuk jajaran pemainnya, jangan tanyakan lagi kehebatan akting dari para aktor disini. Herjunot Ali dan Raline Shah  memberikan semua kebolehan mereka dalam memerankan karakter yang sedang di mabuk cinta, meski kecemburuan Fedy Nuril tampaknya kurang pas melihat istrinya selingkuh. Peran Paula Verhouven sebagai perempuan yang memiliki karakter misterius dapat mengambil alih perhatian penonton tertuju pada akhir yang dramatis. Singkatnya, meski film ini termasuk film yang paling di tunggu akhir tahun ini, Film ini tidak terlalu baik untuk penonton yang benar-benar belum pernah membaca novel karya Dewi Lestari. Sebaliknya, bila anda adalah penikmat sastra berbahasa tinggi dan menginginkan sajian sinematografi yang berkualitas, sangat sayang untuk melewatkan film ini.

Rate : 8.4/10

"Saya pikir mencintai itu bukan sebuah pengorbanan, melainkan sebuah tiket menuju sebuah kebebasan dan kebahagiaan." - Ferre

No comments:

Post a Comment