Score: 8.2/10
"Mak-soon, tetap fokus. Ini bukan taman bermain. Kita tidak pergi untuk bermain-main. Pegang erat tanganku." - Duk-soo.
Disutradarai oleh JK Youn dengan penulisan naskah oleh Soo-jin Park dengan judul GukChae Sijang. Film asal Korea yang mengambil setting mulai dari zaman perang hingga modern ini telah meraih beberapa penghargaan dalam Blue Dragon Film Awards, salah satunya adalah Best Supporting Actor, Best Art Direction dan Audience Choice Award. Wajar saja film ini menjadi film yang dipilih banyak penonton karena menuai banyak pesan moral positif yang sangat berlimpah didalamnya. Cerita yang tidak biasa dari seorang anak yang harus mempertaruhkan segalanya demi merawat keluarga karena terikat janji dengan sang ayah ini tentu saja menjadi sesuatu yang mungkin patut diteladani.
Pada zaman perang tahun 1950an di Korea, tepatnya pelabuhan Hungnam, para rakyat Korea berebut untuk menghindari zona perang dengan mendapatkan pertolongan dari kapal angkatan laut amerika. Yoon Duk-Soo kecil bersama dengan keluarganya juga terlibat dalam hal tersebut. Ia menggendong salah satu adiknya dalam perjalanan memanjat kapal tersebut. Namun secara tidak sengaja Adiknya tersebut terlepas dari pangkuannya. Sang Ayah mau tidak mau harus turun untuk mencari sang adik. Sebelum ia turun dari kapal, Ayah menyerahkan tugas tanggung jawab untuk merawat ibu dan adik-adiknya yang lain kepada Duk-soo jika sang ayah tidak kembali. Maka hari itu, Duk-soo pun telah kehilangan sosok ayah dan salah satu adiknya. Tahun demi tahun pun berlalu hingga Duk-Soo (Hwang Jeong-min) harus terlibat dalam masalah keuangan keluarga ketika ia merasa bertanggungjawab untuk menguliahkan adik-adiknya. Maka berangkatlah Duk-Soo berasama sahabatnya, Dal-gu (Oh Dal-su) menjadi pekerja tambang di Jerman. Disana, Duk-Soo bertemu dengan perempuan yang akan menjadi pujaan hatinya nanti, Youngja (Kim Yunjin). Perjalanan Duk-Soo pun tak hanya sampai disitu saja, masih banyak sekali rintangan dalam hidupnya sampai ia berhasil membahagiakan keluarganya nanti dan menepati janji kepada sang ayah.
"Mak-soon, tetap fokus. Ini bukan taman bermain. Kita tidak pergi untuk bermain-main. Pegang erat tanganku." - Duk-soo.
Disutradarai oleh JK Youn dengan penulisan naskah oleh Soo-jin Park dengan judul GukChae Sijang. Film asal Korea yang mengambil setting mulai dari zaman perang hingga modern ini telah meraih beberapa penghargaan dalam Blue Dragon Film Awards, salah satunya adalah Best Supporting Actor, Best Art Direction dan Audience Choice Award. Wajar saja film ini menjadi film yang dipilih banyak penonton karena menuai banyak pesan moral positif yang sangat berlimpah didalamnya. Cerita yang tidak biasa dari seorang anak yang harus mempertaruhkan segalanya demi merawat keluarga karena terikat janji dengan sang ayah ini tentu saja menjadi sesuatu yang mungkin patut diteladani.
Pada zaman perang tahun 1950an di Korea, tepatnya pelabuhan Hungnam, para rakyat Korea berebut untuk menghindari zona perang dengan mendapatkan pertolongan dari kapal angkatan laut amerika. Yoon Duk-Soo kecil bersama dengan keluarganya juga terlibat dalam hal tersebut. Ia menggendong salah satu adiknya dalam perjalanan memanjat kapal tersebut. Namun secara tidak sengaja Adiknya tersebut terlepas dari pangkuannya. Sang Ayah mau tidak mau harus turun untuk mencari sang adik. Sebelum ia turun dari kapal, Ayah menyerahkan tugas tanggung jawab untuk merawat ibu dan adik-adiknya yang lain kepada Duk-soo jika sang ayah tidak kembali. Maka hari itu, Duk-soo pun telah kehilangan sosok ayah dan salah satu adiknya. Tahun demi tahun pun berlalu hingga Duk-Soo (Hwang Jeong-min) harus terlibat dalam masalah keuangan keluarga ketika ia merasa bertanggungjawab untuk menguliahkan adik-adiknya. Maka berangkatlah Duk-Soo berasama sahabatnya, Dal-gu (Oh Dal-su) menjadi pekerja tambang di Jerman. Disana, Duk-Soo bertemu dengan perempuan yang akan menjadi pujaan hatinya nanti, Youngja (Kim Yunjin). Perjalanan Duk-Soo pun tak hanya sampai disitu saja, masih banyak sekali rintangan dalam hidupnya sampai ia berhasil membahagiakan keluarganya nanti dan menepati janji kepada sang ayah.
Dibuka dan ditutup dengan CGI dari seekor kupu-kupu putih yang indah. Film ini dikemas secara back-to-back mulai dari Duk-Soo yang sudah tua dengan flashback kenangannya saat ia kecil. Kejadian di pelabuhan Hungnamnya saja sudah menjadi adegan pembuka yang mengharu-biru. Latar peperangan yang disajikan juga tidak main-main, CGI sudah bermain apik disini meskipun disembunyikan di tone warna salju yang menutupi beberapa kelemahan CGI tersebut. Ekspresi wajah artis cilik yang memerankan Duk-Soo pun terlihat bagus dan menyayat hati. Perjalanan pun berlanjut ketika ia bertemu teman yang akan menjadi sahabat setianya. Ya, tentu saja Dal-gu. Meski sempat menumpang dirumah adik sang ayah, Bibi Kkotbun senantiasa menampung mereka dan menganggap Duk-Soo layaknya anak sendiri
Berlanjut sampai Duk-Soo dinilai sudah cukup mampu untuk menafkahi keluarga, timbul krisis dimana ketika adik laki-lakinya yang pintar diterima di Universitas terbaik disana. Duk-Soo harus bisa mencari dana yang cukup untuk masa depan sang adik. Dengan usul Dal-gu, ia berangkat Jerman menjadi pekerja tambang. Disana, Sang sutradara JK Youn memperlihatkan ke dramatisan keseharian pekerja tambang yang tentu saja tidak mudah. Pertemuannya dengan Youngja tentu saja membuat bumbu manis dalam film ini. Kesetiaan Duk-Soo pada sahabatnya pun diuji ketika Dal-gu terjebak dalam reruntuhan tambang. Hal itu membuat Duk-Soo juga terjebak, dan malah Duk-Soo yang berada diambang kematian. Disana juga lah cinta antara Duk-Soo dan Youngja di uji. Tensi ketegangan dan kesedihan mulai terbangun kembali dipertengahan film ini.
Setelah itu, potongan scene lainnya pun ditampilkan layaknya bagian-bagian puzzle yang disatukan. Cita-cita Duk-Soo menjadi nahkoda kapal pun harus lupus ketika sang adik perempuannya membutuhkan dana untuk menikah. Ia pun menyanggupi kerja di luar negeri lagi ditengah perang Vietnam yang sedang berkecambuk. Duk-Soo seperti melihat kembali kilasan masa lalunya di sana. Seperti ketika ia dan Dal-gu meminta coklat pada tentara, bahkan kejadian seorang anak kecil seperti ia yang nyaris kehilangan sang adik perempuannya, sama persis seperti kisahnya, hanya saja kali ini, si adik anak tersebut berhasil diselamatkan oleh Duk-Soo meski harus mengorbankan salah satu kakinya. Disini tensi drama terasa kembali seperti bernostalgia pada scene-scene awal film.
Transisi antara masa kini ke masa lalu serta sebaliknya juga tidak biasa. Hal ini dinilai menjadi salah satu unsur kreatif yang dilakukan JK Youn. Ia juga berhasil membuat potongan scene flashback tersebut menjadi berarti dengan menyembunyikan beberapa bagian yang penting (seperti kalimat terakhir ayah Duk-Soo saat turun dari kapal.) yang ditampilkan di paruh akhir film ternyata berhubungan dengan kenapa Duk-Soo tidak ingin menjual toko Kkotbun tersebut. Adegan klimaksnya ada disaat Duk-soo kembali mencari sang ayah dan adik saat diadakannya pencarian besar-besaran keluarga yang terpisah saat insiden perang tersebut di Seoul. Scene ini mungkin sukses menjadi klimaks penutup sebelum akhir film. Namun ternyata penonton akan dibuat lebih menangis lagi ketika pantulan Duk-Soo kecil dan ayahnya bertemu kembali dan seakan mengatakan bahwa sang ayah bangga pada Duk-soo karena berhasil menjalankan mandat terakhir dari sang ayah.
Overall, film ini menjadi film penutup tahun 2014 (rilis di Korea, sedangkan di Indonesia baru rilis bulan April) sekaligus menjadi film yang mengangkat tema drama yang menyangkut pautkan peperangan masa lalu lewat perspektif orang biasa. Dimana hidup pada zaman peperangan dan pasca-peperangan itu tidak mudah. Akibatnya, para penonton muda setidaknya harus bersyukur tidak hidup pada zaman tersebut. Bahkan, film ini setidaknya berhasil menyajikan feel tersebut seakan-akan penonton juga mengalami masalah yang serupa, atau lebih jelasnya, penonton terasa menjadi Duk-soo saat menonton film ini. Pesan moral yang sangat berarti, setidaknya, untuk anak tertua yang memiliki banyak saudara, mungkin akan termotivasi dengan apa yang dilakukan Duk-soo.
No comments:
Post a Comment