Friday, 18 September 2015

Little Big Master

Score: 8.0/10
"Mimpi saya adalah menjadi guru yang baik. Yang menunggu 5 dari kalian di pintu sekolah di setiap paginya. Itulah hal yang bisa membahagiakan saya yang bisa saya impikan."

Di adaptasi dari kisah nyata sebuah sekolah kecil di Hongkong. Di sutradarai oleh Adrian Kwan sekaligus naskahnya di bantu oleh Hannah Cheung. Film ini berhasil mendapatkan respon positif di dunia internasional dan juga sukses besar dari segi box office sendiri di negara-nya. Bertema-kan pendidikan layaknya "Laskar Pelangi"-nya Indonesia, Film ini penuh dengan pesan moral yang tak jarang akan membuat orang tersentuh bahkan menangis mulai dari pertengahan film. Tak lupa pula menggaet artis kenamaan Hongkong Miriam Chin Wah Yeung dan Louis Koo, di perkirakan film ini dapat meraih berbagai penghargaan saat festival film di negara mereka sendiri nanti.

Lui (Wah Yeung) baru saja di keluarkan dari jabatannya sebagai kepala sekolah di sebuah sekolah SD ternama karena ingin memindahkan seorang anak yang tak tahan berada di kelas percepatan ke kelas reguler. Orang tua yang tak lain adalah salah satu penyokong dana sekolah itu tak terima dengan keputusan Lui. Lui adalah tipe guru yang mementingkan perasaan anak-anak nya sehingga keputusan itu membuat ia berhenti bekerja disana. Begitu pula dengan suaminya yang bekerja sebagai penata dekor di museum, Tung (Koo). Di akhir masa pekerjaan mereka, Lui dan Tung berencana memulai perjalanan keliling dunianya setelah tumor yang di derita Lui terobati. Di masa senggangnya itu, Lui melihat TK Yuen Tin membutuhkan seorang kepala sekolah dengan gaji kecil agar TK itu bisa bertahan. Hanya dengan lima orang murid perempuan, Kui merasa hatinya terketuk untuk mengajar disana. Lui juga berusaha menuntaskan permasalahan masing-masing murid di TK nya itu dengan mengunjungi setiap rumah mereka. Mirisnya, hal itu membuat Lui semakin ingin cinta kepada anak-anak itu sehingga melupakan janji-nya dengan sang suami. Puncak intrik-pun terjadi ketika salah satu anak-nya harus lulus akhir semester dan TK akan di tutup jika murid kurang dari 5 orang. Perjuangan Lui beserta orang tua murid pun semakin di uji untuk menemukan murid baru agar TK Yuen Tin dapat terus berjalan.




Paruh awal film memang cenderung membosankan dan agak sulit di mengerti. Hubungan Lui dengan suaminya memang cenderung bagus dan dapat dirasakan chemistry-nya. Begitu pula dengan aktor cilik dan orang tua mereka yang bermain dengan prima. Penonton dapat merasakan perubahan sikap setiap masyarakat sekitar TK yang dimulai dari meremehkan Lui sampai akhirnya mereka tersentuh karena ketulusan sang kepala sekolah tersebut. Begitu pula dengan sikap dari masing-masing orang tua murid-nya yang tergolong tidak mencicipi masa sekolah seperti sang anak. Lui juga memberi tugas kepada anak-anaknya yang membuat hubungan mereka dengan orang tua masing-masing pun kian membaik. 


Mendapatkan dukungan dari masing-masing orang tua murid rupanya belum cukup baik untuk menemukan murid baru agar sekolah bisa terus berjalan. Intrik dengan sang suami tentang kepedulian kesehatan Lui pun bisa di bilang cukup romantis. Tung merepresentasikan seorang suami yang cukup bersabar dan mendukung keputusan-keputusan sang istri yang terbilang mulia itu. Jerih payah Lui dan Tung menghadapi intrik pekerjaan mereka pun dinilai cukup baik.


Berlanjut dari segi sinematografinya, permainan warna pada set kumuh cukup bagus sehingga meski terlihat kumuh namun tetap bisa merepresentasikan keindahan di dalamnya. Namun mungkin kekurangannya hanya setting lokasi rumah dan perumahan orang miskin, lalu make-up mereka yang masih terlihat jelas atau kurang memperlihatkan segi kemiskinan mereka. Seperti kondisi rumah Siu-Shet yang terbilang kumuh namun rapih dan bersih di ruang tamunya di nilai kurang mendramatisir. Lalu Soundtrack musik yang mungkin cukup mengganggu. Meski genre-nya termasuk lagu-lagu mellow, namun soundtrack itu mungkin terkadang membuat penonton yang tadinya ingin meneteskan air mata, jadi tidak keluar karena perubahan feel yang di rasa kurang cocok untuk film tersebut. Mungkin sebaiknya film bertemakan seperti ini cocok di isi dengan soundtrack instrumen saja. Kelebihan atau nilai jual utama film ini tentu saja bertempat di seberapa seringnya penonton bisa tersentuh dan bahkan menangis di sepanjang film. Tidak hanya di akhir, bahkan dari pertengahan film pun air mata anda akan dipacu keluar dari segi penceritaan dan alur yang terbilang bagus dan nyata. Finally, film ini adalah film yang layak di tonton dengan pesan moral bertemakan pendidikan yang sangat berlimpah.


2 comments: