Friday 15 April 2016

The Revenant

Score: 8.3/10
"As long as you can still grab a breath, you fight. You breathe... keep breathing." - Hugh Glass.

Sebuah film hasil jerih payah Alejandro G. Innaritu yang tahun lalu juga memenangkan piala Oscar ketiga nya lewat film dengan gaya Long Take Shot-nya, Birdman. Sutradara asal Mexico ini nyatanya juga dapat meraih penghargaan Best Director lagi untuk keempat kalinya dalam film yang berhasil memenangkan Leonardo DiCaprio sebagai The Best Actor in A Leading Role ini. Film yang diadaptasi dari novel karya Michael Punk ini menceritakan sebuah tim pemburu yang harus lari dari kejaran suku pribumi di pedalaman liar pada tahun 1823. Film ini juga berhasil memasukkan 12 kategori nominasi dalam ajang Oscar tahun ini. Namun sangat disayangkan dari setengah jumlah kategori ajang tersebut, hanya 3 kategori saja yang berhasil dimenangkan film ini, yakni Best Directing, Best Actor in A Leading Role, dan Best Cinematography.

Pelarian pemburu dari para suku pribumi, Arikara membuat tim pemburu yang dipimpin oleh Captain Andrew Henry (Gleeson) rugi besar yang membuatkan mereka melarikan diri hanya dengan kapal kecil melintasi sungai. Hugh Glass (DiCaprio) menyarankan kepada kaptennya untuk segera meninggalkan perahu dan menyusuri pegunungan liar lewat daratan agar tidak disergap suku pribumi yang menjaga perairan sungai. Rencana ini dibantah oleh John Fitzgerald (Hardy) karena itu berarti mereka tidak bisa membawa terlalu banyak hasil berburu. Hendry setuju dengan rencana Glass bahwa nyawa setiap orang dalam tim yang berhasil selamat lebih penting daripada hasil buruan. Naasnya, dalam perjalanan tersebut, Glass diterkam oleh seekor beruang yang menyebabkannya luka parah. Meski berhasil membunuh beruang tersebut, tim sangat kewalahan karena membawa Glass dengan kondisi cuaca musim dingin yang semakin memburuk. Belum lagi kejaran suku pribumi dalam memburu mereka yang kian mendekat. Henry memutuskan untuk membagi tim menjadi dua, yang pertama adalah tim sehat yang ikut bersamanya ke pangkalan lebih dulu, dan tim kedua yang mau merawat Glass hingga akhir hayatnya, akan mendapatkan bonus bayaran lebih tinggi. Hal ini tentu saja diamini sang anak Glass, Hawk (Goodluck) daripada Henry harus membunuh langsung Glass demi meringankan beban tim. Ditemani pula oleh temannya, Bridger (Poulter) dan orang yang rakus akan uang, Fitzgerald. Semakin dekatnya ancaman suku pribumi membuat Fitzgerald semakin geram dan ingin langsung saja membunuh Glass. Namun secara tidak sengaja, ia malah membunuh Hawk yang melindungi sang ayah dari ancaman Fitzgerald tersebut. Glass telah melihat pembunuhan sang anak didepan matanya sendiri. Fitzgerald kemudian membohongi Bridger untuk meninggalkan Glass agar mau ikut dengannya pergi menuju markas pemburu. Glass pun tertinggal dengan kondisi setengah mati. Dengan penuh ambisi, emosi dan kemarahan, Glas berusaha bangkit untuk membalaskan dendam sang anak kepada Fitzgerald.

 
Hal pertama yang harus dikomentari adalah, Leonardo DiCaprio pantas mendapatkan gelar Oscar pertamanya lewat film ini. Akting yang ia suguhkan cukup luar biasa, penonton seakan mengalami penderitaan yang sama dengan karakter Glass. Bahkan suasana dingin dari latar film bisa membuat penonton juga ikut menggigil. Tidak hanya itu, Leo juga berani dalam memainkan peran dengan raut wajah sekarat, bahkan memakan apa saja yang ia temukan dalam perjalanan agar dapat bertahan hidup. Entah kenapa, aroma-aroma rasa jijik yang dirasakan Glass juga dapat tersalurkan kedalam feel penonton. Tak lupa pula, sebagai lawan main Leo, Tom Hardy yang memerankan sang karakter antagonis juga bisa memancing amarah penonton. Meski gagal mendapatkan Best Actor in Supporting Role dalam Oscar, namun setidaknya ia berhasil memainkan karakter Fitzgerald dengan brilian.

 
Hal berikutnya yang saya suka dari film ini adalah adanya scene-scene yang bersifat metafora / scene dengan makna-makna tersirat. Adegan-adegan tersebut biasanya ada dalam 'dunia lain' dari Glass saat karakter tersebut berkali-kali berada diambang kematian. Penampakan saat desa Glass diserang oleh para penjajah membuat penonton dapat merasakan penderitaan Glass sekaligus menjelaskan tentang bagaimana karakter Glass serta hubungan dengan anak kesayangannya tersebut. Keriduannya dengan sang istri mungkin akan membuat Glass sangat ingin bergabung dengan pujaan hatinya tersebut. Namun sayang sekali hal itu harus kandas ketika Glass merasa bahwa dirinya sangat bertanggung jawab atas kematian anak semata wayangnya tersebut. Dan scene-scene yang dipaparkan secara metafora inilah yang menjadikan salah satu film ini memiliki keindahan yang berbeda dari film-film lainnya.


Meski dikemas dengan premis dan cerita yang simpel, Cinematography yang disajikan juga menyejukkan mata. Hamparan alam yang indah karena tertutup salju, juga para hewan-hewan liar dan make-up suku pribumi menambah kualitas dan daya jual film ini. Overall, mungkin ini bukan film Oscar yang membuat anda harus berpikir keras untuk mengerti jalan ceritanya, namun The Revenant menyajikan kualitas yang syarat akan emosi dan pelajaran moral bahwa sedekat apapun kita dengan kematian, setidaknya masih ada sesuatu yang bisa kita perjuangkan untuk membuat kita lebih kuat dalam menjalani kehidupan yang liar ini.


No comments:

Post a Comment