Thursday 4 August 2016

Suicide Squad

Score: 7.4 / 10
"Everyone's has a weakness, and a weakness can be leverage." - Amanda Waller

Materi promosi yang sudah heboh sejak San Diego Comic-con 2015, bahkan sampai pada event yang sama tahun ini. Sejak Batman v Superman menuai kritik tajam pada Maret lalu, pihak DC mulai merubah sajian superhero kelam mereka dengan menyisipkan beberapa joke layaknya Marvel. Dengan adanya keputusan tersebut, film yang mengangkat tentang satuan tim dari musuh-musuh jagad DC ini pun akhirnya harus mengambil ulang beberapa adegan pada April lalu. David Ayer selaku sutradara tidak mau kalah, setelah Captain America: Civil War berhasil memenangkan kritik positif. Maka ia meniru formula Guardians of The Galaxy dengan memasukkan scoring dan soundtrack dari aransemen lagu-lagu lawas. Alhasil, trailer kedua dari film ini berhasil memikat hati para calon penontonnya. Jajaran artis pengisi soundtrack seperti Twenty One Pilots, Wiz Khalifa, Imagine Dragons dan yang lainnya juga berhasil menjadi lagu hits pada satu bulan sebelum film ini rilis. Dengan banyaknya suguhan materi promosi tersebut (termasuk situs yang didalamnya kita bisa membuat logo diri kita versi karakter Suicide Squad) maka dari segi komersil, Suicide Squad sudah tak perlu diragukan lagi.

Usai kematian Superman, Amanda Waller (Davis) mencoba membuat tim yang terdiri dari sekumpulan orang-orang jahat, guna mengatasi serangan-serangan metahuman (Manusia ataupun makhluk super) agar jika terjadi kesalahan dalam misi, mereka bisa disalahkan. Dengan bantuan Rick Flag (Kinnaman), Amanda membangun sebuah tim yang tak hanya keji, namun dapat ia kekang dan kendalikan. June Moone (Delevingne) kerasukan arwah penyihir bernama Enchantress. Pacar Rick Flag tersebut rupanya tidak suka jantungnya dikendalikan oleh Amanda. Ia kemudian membangunkan saudara laki-lakinya dari tidur panjangnya yang menyebabkan Amanda harus mengirim pasukan untuk menghentikan Enchantress yang ingin menguasai para manusia. Tim yang terdiri dari Floyd Lawton a.k.a Deadshot (Smith), Harley Quinn (Robbie), Capt. Boomerang (Courtney), El Diablo (Hernandez), Killer Croc (Adewale), serta Katana (Fukuhara) akan menyelamatkan Amanda beserta Midway City dari cengkraman senjata mematikan Enchantress. Tak hanya itu, mereka juga harus menyatukan kerjasama mereka diantara problematika masing-masing. Di lain tempat, Joker (Leto) berusaha menyelamatkan cintanya, Harley Quinn dari dekapan Amanda dan teman-teman Suicide Squad.


Permainan efek video dalam perkenalan karakter sudah sangat baik. Sayang sekali plot utama masalah Enchantress masih terkesan dipaksakan. Adanya penolakan kerjasama Enchantress sudah cukup baik, namun bagaimana dengan aksinya yang seharian hanya membuat senjata di pusat stasiun Midway City? Tidak banyaknya latarbelakang dari dunia pihak antagonis tersebut membuat rasa karakter musuh utama ini kurang tergali dengan baik. Siapa saudaranya? berasal dari dunia mana? bagaimana kehidupan mereka pada masa lalu? benarkah mereka penyihir? Hal-hal tersebut nampaknya tidak akan dapat terjawab oleh para penonton awam.  Namun hal itu sepertinya tidak perlu dipermasalahkan jika dinilai dari materi secara keseluruhan film. Sayang sekali dua kepribadian antara Enchantress dan June Moone tidak begitu didalami disini. Padahal, mungkin akan lebih seru jika ada pertarungan batin antara alter ego Enchantress tersebut. Chemistry antara Rick Flag (Joel Kinnaman) dengan June Moone (Cara Delevingne) rasanya kurang menyatu. Terlalu sedikit latarbelakang dimana mereka saling jatuh cinta, malah Romantisme antara Joker dengan Harley Quinn lah yang lebih terlihat.


Sayang sekali karena Joker tidak menjadi villain utama dalam film ini. Padahal kualitas akting Jared Leto sepertinya sudah cukup mumpuni untuk menunjukkan kekejian dan kesadisannya. Alih-alih Joker yang seram, ia malah mendapatkan peran sebagai kekasih Harley Quinn yang setia. Seakan ia tidak bisa hidup tanpa Quinn, padahal dalam Originnya, justru Harley Quinn lah yang selalu mengejar-ngejar cinta Joker. Pembentukan karakter dari Dr. Harley Quinnzel menjadi psikopat seperti Joker pun terasa begitu cepat sehingga mungkin efek perubahannya menjadi gila kurang bisa dirasakan. Bagaimanapun juga, penampakan impian Harley untuk kehidupannya bersama Mr. J benar-benar sesuatu yang tak disangka ada dalam pikiran orang gila seperti mereka, yakni menjadi keluarga normal. Peran Joker tidak terlalu banyak dan se-eksentrik dalam film-film Batman sebelumnya, namun kegilaannya untuk mendapatkan Harley Quinn benar-benar romantis. Cocok untuk pemanis dalam film yang nyaris bernuansa kelam ini.


Tidak seperti Man of Steel maupun Batman v Superman, Suicide Squad juga menawarkan dialog lucu. Setelah film DC yang rilis Maret lalu dinilai kritikus terlalu berbelit dan kelam, David Ayer mencoba membawa para villain ini sedikit lebih manusiawi dan tentu saja, gila. Masing-masing karakter tentu saja punya bagian gila nya sendiri-sendiri. Dan itu lah yang membuat film ini semakin berwarna. Scoring serta soundtrack yang sebelumnya pernah digunakan dalam materi promosinya pun juga diterapkan dengan pas dalam tiap adegan. Hal tersebut mendramatisir aksi dengan baik, dimulai dari pertarungan pembuka antara Suicide Squad, Deadshot berada di lini depan melawan para bawahan Enchantress, aksi penyelamatan Harley Quinn yang dilakukan Joker, bahkan musik dalam slow motion final fight terasa menawan.

Kekurangan lainnya mungkin berada pada cinematografi yang agak kasar. Koreografi terlalu mengandalkan penyerangan slow-motion pada kepala musuh. Selain itu, slow motion pada final fight (Killer Croc melemparkan bom) terlalu lama dan memaksakan, seperti hanya ingin mengikuti ritme musik. Terus terang, saya pribadi kurang menyukai slow-motion tersebut. Detail CGI sudah rapih, hanya saja, saat Enchantress menari membuat senjatanya malah terasa lucu, efek aliran kekuatan yang harusnya menyatu dengan tubuhnya malah tidak terasa menyatu.
 
 
Overall, Suicide Squad masih lebih baik daripada Batman v Superman. Dialog antar karakter terasa menyambung dan juga lucu. Termasuk adegan aksinya yang juga tidak se'lebay' Man of Steel ataupun Batman v Superman, namun juga tetap mempertahankan logika efek dari aksi tersebut. Finally, DC belum bisa dikatakan menang dari Marvel dalam segi kualitas film live-action adaptasi superhero / supervillain layar lebar. Namun Suicide Squad tetap bukanlah film yang buruk. David Ayer telah menghindari beberapa elemen penting yang membuat Batman v Superman gagal. Hasilnya, Suicide Squad menjadi sajian yang asyik lebih dari pertempuran antar superhero tersebut.


1) Perkenalan karakter dalam #SuicideSquad dibuat cepat dan menarik.
2) Banyak dialog lucu antar karakter yang tak bisa anda lewatkan begitu saja. #SuicideSquad
3) Tak hanya berbalut aksi dan komedi, romantisme antara Joker dan Harley Quinn juga terasa unik. #SuicideSquad
4) Scoring dan Soundtracknya yang keren-keren. #SuicideSquad
5) Sudut pandang kamera dan beberapa slow motion yang terasa dipaksakan untuk mengikuti ritme musik. #SuicideSquad
6) Premis yang menarik, namun seiring berjalannya waktu malah terasa kurang mengesankan. #SuicideSquad
7) Asal usul dan alasan villain utama kurang digali lebih dalam. #SuicideSquad
8) Joker yang kekurangan porsi, kurang seram dan sadis, lebih seperti remaja jatuh cinta yang ingin menyelamatkan pujaan hatinya. #SuicideSquad
9) Overall, menurut saya #SuicideSquad masih lebih baik dari dua film layar lebar DC sebelumnya.

No comments:

Post a Comment